Selasa, 05 Februari 2013

PNF DAN WIRAUSAHAWAN

PEDULIKAH KITA TERHADAP PENDIDIKAN NONFORMAL YANG BERORIENTASI PADA PENCIPTAAN PEKERJA DAN WIRAUSAHAWAN?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Mei 2012 mengungkapkan jumlah pengangguran di Indonesia masih terdapat 7,61 juta orang atau sekira 6,32 persen. Kemudian pada Nopember 2012 tercatat sejumlah 7,24 juta penganggur terbuka.Dengan demikian secara kwantitatif terjadi penurunan jumlah pengangguran dalam kurun 6 bulan (Mei - Nopember 2012).
Pada kolom perspektif, Koran Jakarta terbitan Jum'at, 21 Desember 2012 dengan judul Pertumbuhan Gagal Mengurangi Pengangguran dipertegas bahwa jumlah pengangguran tersebut terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, yaitu lulusan SLTA 1.980.000 orang, lulusan SMK 990.000 orang, lulusan Diploma I/II/III 250.000 orang, lulusan Sarjana 540.000 orang, dan lulusan SD - SLTP dan tidak lulus SD  adalah sisanya, atau sekira 3.850.000 orang. Lebih lanjut dalam catatan tersebut diungkapkan bahwa angkatan kerja di Indonesia didominasi oleh lulusan SD yang mencapai 57,64 persen. Sementara itu sektor informal merupakan sektor yang ditempati oleh mayoritas pekerja dari 112.800.000 tenaga kerja yang ada. Sisanya sebesar 30 persen bekerja di sektor formal seperti perkantoran, instansi, dan industri.
Selain angka pengangguran terbuka, Indonesia diperkirakan masih memiliki sekira 20.000.000 orang penganggur terselubung.
Gambaran di atas menunjukkan salah satunya adalah ketidak mampuan dunia pendidikan melahirkan lulusan yang siap membuka lapangan usaha dan/atau siap dilatih untuk bekerja pada dunia usaha dan dunia industri.
Sampai saat ini, hemat saya belum nampak pemerintah daerah bahkan pusat peduli betul terhadap pengelolaan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal yang berorientasi hasil atau lulusannya siap diserap dunia industri maupun dunia usaha. Mengapa begitu? Jawabannya karena bisa jadi para bupati atau gubernur bahkan presiden masih mementingkan "pengamanan posisi politiknya" daripada membangun dunia pendidikan yang sinergi dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri. Saya ambil contoh, untuk memperkuat posisi analisis saya, Ada berapa pemerintah daerah yang wilayahnya pesisir/laut, kemudian memiliki satuan pendidikan yang lulusannya langsung dipekerjakan dunia industri perikanan/kelautan atau lulusannya mampu membuka 'lapak' di lingkungan dunia usaha?. Kalaupun ada belum menggunakan desain yang komprehensif, sehingga jaminan bahwa semua lulusan satuan pendidikan terserap di dunia usaha atau dunia industri tidak terjaga secara kontinu. Padahal jika jaminan dan kontinu itu terjaga, maka dapat dipastikan pendapatan daerah akan meningkat.
Dalam konteks tersebut peran Bappeda dan instansi (SKPD) terkait dengan produk unggulan daerah serta prioritas pembangunan daerah sangat vital. Analisis kebutuhan tenaga dan kompetensinya untuk membangun sektor prioritas pembangunan daerah menjadi hal utama yang perlu dimiliki oleh pemerintah daerah. Tanpa itu, desain satuan pendidikan dan desain pengembangan industri dan usaha tidak akan terdukung oleh tenaga lokal yang dibutuhkan untuk operasionalisasinya. Jika saja kepedulian itu muncul dari para pemimpin pemda, maka pengurangan pengangguran akan semakin cepat mencapai tujuan.

Tidak ada komentar: