Kamis, 21 Agustus 2008

UPETI, GRATIFIKASI atau HADIAH ?

Belajar dari sejarah kerajaan di Indonesia, kita mengenal istilah upeti. Yaitu kegiatan pemberian sesuatu oleh kelompok yang ditaklukkan kepada kelompok yang menaklukkan. Atau dari bawahan kepada atasan (kelompok yang berkuasa). Kondisi perupetian berlanjut hingga kini. Seorang staf memberi upeti kepada bosnya; seorang ketua lembaga (swadaya masyarakat) penyelenggara suatu program memberi sekian persen dari anggaran program yang diterimanya kepada birokrat/aparat (pemerintah) pengelola program tersebut; seorang developer/pemborong bangunan (infrastruktur) mengalokasikan dan memberikan 5-15 persen dari anggaran yang diterimanya kepada "pimpro" dan pejabat-pejabat yang bersinggungan dengan keberhasilannya memperoleh pekerjaan tersebut. Kondisi/kegiatan tersebut kini dikatakan sebagai Gratifikasi.
Upeti/gratifikasi untuk sebagian besar masyarakat kita dianggap sesuatu yang lumrah. Tetapi untuk sekelompok masyarakat lainnya dianggap sebagai penyakit sosial.
Saya adalah bagian dari masyarakat yang menganggap upeti sebagai penyakit sosial, yang tentunya harus dipelajari, kemudian dicegah dan diberantas habis.
Pengalamanku tentang upeti, sogok-menyogok dan sebangsanya ingin saya ceritakan kepada khalayak sebagai berikut : (bersambung..)

Rabu, 20 Agustus 2008

20 % APBN 2009 untuk PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Mencermati APBN 2009 yang 20 persennya membiayai pembangunan bidang peendidikan sesuai dasar hukum yang dianut Republik Indonesia, satu sisi saya merasa bangga dan bahagia-karena ada harapan dengan anggaran yang cukup dunia pendidikan di Indonesia semakin maju menciptakan rakyat Indonesia yang Amanah, Benar, Komunikatif dan Cerdas. Sisi lain saya merasa prihatin dan khawatir (takut)-bahwa anggaran yang besar semakin merusak moral penyelenggara pendidikan, sebab realitanya dengan anggaran seadanya saja kebocoran APBN terjadi cukup menyedihkan--mulai gaji guru yang di"sunat", anggaran pengadaan yang dimanipulasi, sampai dengan penyelenggaraan kegiatan "upgrading" ketenagaan yang di"sulap" (dalam usulan/TOR seminggu--nyatanya dilaksanakan 5 hari, 3 hari, atau 2 hari dan sering juga saya temui- kegiatan yang seharusnya beberapa kelas/angkatan, dalam pelaksanaannya sengaja digabungkan dengan kelas yang super besar--sehingga kemungkinannya dapat di"saving" anggarannya untuk kepentingan yang tak jelas).