Senin, 22 Desember 2008

LEMBAGA ManTep

LEMBAGA MANAJEBEL DAN TERPERCAYA (MANTEP)

Lembaga apapun terutama lembaga yang bergerak dalam pengembangan dan pelayanan masyarakat harus mampu menjadikan dirinya sebagai lembaga ManTep. Pembaca yang budiman dan kritis tentu bertanya, apa yang dimaksud lembaga ManTep?. Dalam peristilahan sehari-hari - mantep (bahasa Indonesia : mantap) merupakan produk sikap dan prilaku manusia yang memilih, menetapkan, mengukuhkan sesuatu setelah mempertimbangkan berbagai hal. Pada tulisan ini, ManTep dimaksudkan sebagai akronim dari kata Man, yang berarti manajebel (manageable), mandiri, dan Tep, yang berarti terpercaya.
Suatu lembaga dinyatakan manajebel ketika lembaga tersebut menampilkan tanda-tanda manajemen yang dilakukannya. Misalnya perencanaan kegiatan lembaga tersebut dilakukan berdasar kaidah-kaidah perencanaan dan mempertimbangkan segala informasi potensi/sumber daya dan permasalahan yang disandang/terjadi di lingkungan internal dan eksternal lembaga tersebut. Salah satu pertanyaan sederhana yang dapat diajukan untuk mengukur kemanajebelan suatu lembaga adalah : Apakah perencanaan kegiatan lembaga tersebut berdasarkan data/informasi yang valid dan realible ?
Mandiri dimaknai (idealnya) tidak bergantung pada apapun dan kepada siapapun. Sejatinya, siapapun tidak bisa mandiri. Oleh sebab itu, mandiri dalam tulisan ini dimaksudkan berusaha sebesar-besarnya tanpa bantuan pihak lain. Lembaga mandiri adalah lembaga yang eksis dan beroperasi atas kemampuan dirinya sendiri dengan sekecil-kecilnya bantuan dari pihak lain.
Terpercaya dimaknai bahwa lembaga mampu menumbuhkan dan memelihara kepercayaan semua pihak yang berinteraksi dengan lembaga tersebut.
Lembaga ManTep adalah suatu lembaga yang dikelola sesuai kaidah dan norma manajemen, mengedepankan optimalisasi sumberdaya atau kemampuan internal lembaga dan kepercayaan pelanggan dalam mengoperasionalkan program dan kegiatan lembaga tersebut.
Setelah kita sepaham tentang makna lembaga ManTep, pertanyaan berikut yang perlu dikedepankan adalah bagaimana caranya mewujudkan lembaga ManTep tersebut ?. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menggapai hal itu, yang pada umumnya dapat dikategorikan menjadi :
1. Kategori aqidah dan ahlaq.
Setiap program/kegiatan lembaga harus dilaksanakan atas dasar Pengabdian kepada Allah SWT (……tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepadaKu—al qur’an. ), dan sebenar-benarnya mengedepankan empat pilar/prilaku utama :
a. Program/kegiatan dilaksanakan secara benar;
b. Jujur dalam melaksanakan program/kegiatan;
c. Program/kegiatan merupakan karya cerdas dan dilaksanakan secara cerdas; dan
d. Komunikasi sebagai cara utama dalam menggagas dan melaksanakan program/kegiatan.
2. Kategori teknis.
a. Perencanaan berbasis data;
Lembaga modern selalu bergerak atas dasar analisis data (SWOT) yang benar. Untuk ini, lembaga ManTep harus memiliki data dasar dan peta tentang program dan cakupan kelompok sasarannya, peta potensi/sumberdaya dan masalah.
b. Pengorganisasian dengan mengedepankan optimalisasi sumber daya internal dan bersifat kaya fungsi;
Implementasi analisis sumber daya manusia yang dimiliki lembaga (internal) maupun potensi sumber daya manusia yang dapat di-outsourcing-kan dengan program lembaga (eksternal) adalah formulasi organisasi penyelenggara lembaga dan program, termasuk di dalamnya deskripsi tugas masing-masing unsur organisasi tersebut.
c. Pelaksanaan program/kegiatan secara efektif dan effesien;
Wujud pemecahan masalah adalah orientasi utama pelaksanaan program/kegiatan. Sehingga efesiensi dan effektivitasnya sangat bergantung pada kualitas dan kecepatan pemecahan masalah, yang pada akhirnya menyejahterakan kelompok sasaran langsung dari program lembga tersebut.
d. Pengendalian program dan lembaga secara benar.
Kegiatan ini berfungsi untuk menjaga agar program tetap mampu memecahkan masalah yang dihadapi kelompok sasaran.

Jumat, 19 Desember 2008

Rakyat pun ikut berKORUPSI

Secara sadar, kita setuju bahwa korupsi harus kita berantas. Akan tetapi sebagai pribadi ataupun masyarakat kondisi kita sering terpojok untuk menyetujui (dengan tekanan tertentu) berlangsungnya korupsi yang dilakukan aparat pemerintah. Contohnya seperti kasus yang dipertanyakan peserta pelatihan manajemen PKBM. Pada suatu sessi pembelajaran tentang pemandirian PKBM, demi menanggapi topik starter "Pemandirian PKBM perlu dilandasi oleh niat beribadah kepada Khaliq (Pencipta), dan mengedepankan prilaku jujur, benar, komunikatif, dan cerdas sebagai pilar pemandiriannya" , seorang peserta menanyakan tentang bantuan blockgrant untuk PKBM yang tidak penuh diterimanya, apakah hal itu menyalahi landasan dan pilar pemandirian ?. Dalam diskusi selanjutnya disepakati bahwa apa yang dilakukannya jelas salah, karena nilai kejujuran dan kebenaran diberangus. Kemudian akibatnya dengan terpaksa menerima blockgrant yang dipotong secara illegal oleh aparat. Kondisi tersebut secara sadar telah menciptakan kondusifitas terjadinya korupsi. Lain halnya, ketika kita sebagai masyarakat tidak mau menerima blockgrant yang tak utuh itu. Sikap ini sebetulnya yang harus dilakukan masyarakat, walau kemungkinannya blockgrant itu akan lepas dari kita. Sikap hitam putih inilah yang harus diwujudkan oleh kita pengelola PKBM dalam menyikapi blockgrant. Sehingga pemandirian PKBM secara berkah dan ikhlas dapat terwujud.