Selasa, 07 September 2010

PENGAJARAN TERPADU

Beranjak dari fenomena-fenomena pengajaran yang monoton, terpaku pada target kurikula, dan cenderung menjadikan murid "bergantung" (kurang mandiri), ide ini kutulis sambil menunggu saat buka puasa (shaum).
Ketika saya murid SD, masih kuingat bagaimana Guru mendidikku untuk menggunakan pensil sampai sependek pensil itu tak bisa/sulit digunakan (kira-kira 2 cm). Kita tahu bahwa panjang batang pensil kira-kira 20 cm, dan dapat digunakan hingga 18 cm. Artinya ketika pensil itu pendek (sulit digunakan/dipegang untuk menulis), Guru memberikan kiat - menyambungkan pensil yg telah menjadi pendek itu dengan kertas yang digulungkan pada pensil tersebut, sehingga pensil 'seolah' tetap panjang dan mudah digunakan untuk menulis.
Pengalaman lain, Guru kelas mewajibkan saya dan beberapa murid lain untuk menanam dan memelihara pohon. Dan proses penanaman - pemeliharaan pohon tersebut dicatat untuk dilaporkan setiap minggu di depan kelas.
Dari dua pengalaman tersebut diatas, saya berfikir ITULAH YANG DISEBUT PENGAJARAN TERPADU. Terpadu antara materi pelajaran dengan potensi dan kearifan lokal serta kondisi perkembangan psikologi murid. "Pendidikan pensil"- saya sebut begitu saja- supaya mudah - mengandung makna effisiensi - menghemat. Menghemat bahan baku (untuk pensil-secara makro) dan menghemat anggaran rumah tangga orang tua murid. Disamping menumbuhkan sikap kreatif - merekayasa potensi lokal untuk memecahkan masalah (gulungan kertas sbg potensi pemecah masalah). ----------bersambung---------

Selasa, 04 Mei 2010

MEMELIHARA ILMU MENUAI MANFAAT

PELIHARALAH ILMU

Saat kutulis tulisan ini suasana ujian nasional tengah dilaksanakan. Ujian nasional tingkat SMA dan SMP telah usai - tersisa ujian nasional tingkat SD yang baru menginjak haari ke-2.

Dulu saat aku masih usia SD, orangtuaku sering mengingatkan tentang menghafal pelajaran sekolah, karena dalam persepsinya sekolah adalah wadah para pelajar menghafal pelajaran. Hal itu tak salah. Karena hampir sebagian besar orang saat itu, termasuk para guru selalu mengingatkan muridnya untuk menghafal pelajaran.

Saat inipun suasana menghafal masih kental dilakukan oleh para pelajar, bisa jadi termasuk mahasiswa. Hal tersebut sebenarnya sangat merugikan dunia keilmuan - dunia pengembangan ilmu. Sebab ilmu hanya dihafalkan, ketika bertemu dengan permasalahan hidup-maka ilmu itu tidak bisa memecahkannya. Permasalahan tidak bisa hanya dipecahkan oleh hafalan.

Supaya kita mampu memecahkan masalah dalam kehidupan, maka ilmu yang kita hafal perlu dipelihara. Bagaimana memelihara ilmu? Minimal ada 4 (empat) tahap, yaitu : tahap pertama, menghafal ilmu, tahap kedua memikirkan, merasionalkan, melogikakan ilmu; tahap ketiga, meyakini ilmu (ikhlash menerima kebenarannya); dan tahap keempat, mengimplementasikan ilmu.

Senin, 03 Mei 2010

MAKSUD BAIK BERUJUNG KEMATIAN

MONYET DAN IKAN

Alkisah di hutan belantara berkumpullah sekelompok kera dan sekelompok ikan, yang satu sama lain saling bertetangga dan hidup tenteram. Setiap hari kera-kera mencari makan di dahan dan pohon-pohon yang tumbuh di pinggir aliran sungai. Pada aliran sungai inilah ikan-ikan hidup dan mencari makan. Kehidupan mereka rukun dan damai. Kelompok kera dan ikan selalu bertegur sapa satu sama lain, bercengkerama dan bersenda gurau.
Pada suatu saat, di musim hujan terjadilah hujan deras dan berlangsung lama, yang mengakibatkan banjir melanda sungai dan wilayah hutan tersebut. Para kera menyelamatkan diri dengan menetap di atas pohon dan dahan-dahan pohon yang berada di atas aliran banjir itu. Sementara para ikan berloncatan kegirangan karena banyaknya makanan yang terbawa air banjir itu. Dengan perhatian penuh para kera memperhatikan ikan-ikan yang berloncatan itu, dan dalam benaknya menganggap bahwa ikan-ikan itu sedang menghadapi bencana banjir, dan harus ditolong dengan segera. Terdorong rasa kesetiakawanan dan "perikehewanan" para kera menangkap ikan-ikan tersebut dan 'mengamankannya' di atas dahan selayaknya para kera mengamankan dirinya itu. Sesaat, para kera merasa gembira atas kesuksesannya menolong para ikan itu dari bencana banjir dan menempatkannya di atas dahan supaya aman. Akan tetapi, setelah beberapa saat.... para ikan yang 'diamankan' di atas dahan itu tidak bergerak. Maka...... bersedihlah para kera demi melihat teman-temannya tidak bergerak - diam - di atas dahan.
Setelah peristiwa itu......... senyaplah belantara itu.
Mengapa hal itu terjadi? Apa yang bisa kita pelajari dari kisah tersebut, dikaitkan dengan peluncuran program-program pemberdayaan masyarakat? Apakah kita sering berada pada posisi kera atau ikan ?................................SELAMAT MENCERMATI dan MENELAAH.

Jumat, 16 April 2010

KOMUNIKASI "WAW ALIF"

KOMUNIKASI "WAW - ALIF"

Alkisah diceritakan sepasang muda mudi beda kebangsaan menjalin persahabatan.
Sang pemuda berbangsa Arab dengan perawakan tinggi besar, sedangkan Sang pemudi berbangsa Tionghoa (China) dengan perawakan sedang. Karena keduanya tinggal di wilayah Pasundan, keduanya, juga keluarganya pandai berbahasa Sunda, disamping bahasa nenek moyangnya, yaitu Bahasa Arab dan Bahasa China Mandarin.
Sang Pemuda Arab setiap harinya berkegiatan berniaga, dan suka memasak di waktu-waktu senggangnya. Sementara itu, Sang Pemudi China setiap harinya mengajar anak-anak di taman kelompok bermain. Hampir setiap sore hari Sang Pemudi China ini bertugas memandikan keponakannya yang berumur 6 (enam) tahunan.
Karena seringnya bertemu, bertukar fikiran, dan bercengkerama bersama, persahabatan keduanya berubah menjadi berpacaran, yang 14 bulan berikutnya mereka berjanji setia untuk hidup berdampingan sebagai suami-istri.
Pada suatu sore, Sang Pemuda didampingi ayah dan ibunya melamar Sang Pemudi China di kediaman keluarga Sang Pemudi dan diterimalah lamaran itu. Waktu pernikahanpun kemudian disepakati oleh kedua keluarga yang berbahagia itu.
Pada hari pernikahan tersebut banyak para tamu yang hadir memberikan do'a restunya kepada kedua mempelai. Setelah upacara dan resepsi pernikahan usai, malam itu kedua mempelai bergegas menuju kamar pengantin. Selayaknya pengantin baru, maka keduanya pun bersiap untuk mencurahkan cinta kasihnya masing-masing pada malam pertama itu.
Sang pengantin perempuan dalam posisi berbaring sambil menatap, memperhatikan, dan menghayalkan keberadaan Sang Pengantin laki-laki yang saat itu berada di depannya dan sedang menanggalkan pakaiannya.
Helai demi helai pakaian yang menutupi tubuh tinggi besarnya dibuka dan ditanggalkan. Mulai baju, kaos dalam dan sebagainya. Ketika Sang Pengantin laki-laki melepaskan kain terakhir yang menutupi bagian vitalnya, dan saat itu perhatian Sang Pengantin Perempuanpun tertuju ke arah itu, disertai dorongan berbagai khayalan, keinginan dan perasaan kagum - kaget - senang yang berkumpul dalam dadanya, dengan serta merta Sang Pengantin Perempuan berteriak tertahan :...." Waw.!!!.".
Demi mendengar itu, Sang Pengantin laki-laki merespon dengan kasih : ... Neng, jangan begitu,... ini bukan 'waw' - tapi... 'alif'.

Senin, 22 Februari 2010

PERKEDEL OH PERKEDEL

PERTEMUAN RUTIN MENGKAJI EFEKTIVITAS MODEL

Ketika anda membaca judul di atas, apa yang terfikirkan? Bisa jadi makanan jenis perkedel yang anda fikirkan. Dalam tulisan ini bukan itu yang dimaksudkan. Perkedel dimaknai sebagai kependekan dari Pertemuan Rutin Kaji Efektivitas Model. Istilah tersebut terinspirasi oleh seseorang Pamong Belajar (sebutan tenaga fungsional kependidikan nonformal) yang sangat menyenangi perkedel ini. Perkedel erat dengan tugas pokok pamong belajar, terutama tugas pengembangan model program dan pembelajaran pendidikan nonformal dan informal.
Pengembangan model sangat menuntut pertemuan-pertemuan analisis terhadap gejala, perkembangan suatu prosedur, dan masalah-masalah yang muncul dalam prosedur tersebut. Pertemuan ini berlangsung secara rutin dan insidental, yang pada dasarnya bertujuan untuk menemukan model yang efektif, yaitu model yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan daerah. Karena aktivitas utama pertemuan tersebut adalah analisis/pengkajian, maka pada akhirnya disebutlah pertemuan itu dengan nama PerKEdel.