Senin, 22 Juni 2015

RISAU HATI

RISAU HATI 

Alkisah, pada suatu kesempatan terjadilah dialog antara seorang anak bernama JONED AL-BAGHDADI dengan ibunya.
Joned : Ibu, saya mohon maaf, bolehkah saya menanyakan sesuatu kepada Ibu?. Hal yang akan saya    tanyakan menyangkut pribadi Ibu. Ibu jangan tersinggung ya?.
Ibu : Kenapa tidak boleh?. Masa Ibu tidak menjawab pertanyaan anaknya?. Silakan, apa pertanyaanmu?
Joned : Gini Bu, Joned merasa tidak nyaman, resah hati sepekan terakhir ini. Apakah selama ini Ibu mengasih makan, minum, pakaian, dan lainnya kepada Joned dari harta yang statusnya tidak jelas atau mungkin haram?
Ibu : Oooo hal itu?. InsyaAllah Ibu tidak memberimu makanan dan minuman serta pakaian dan lainnya dari yang haram. Ibu yakin semuanya halal. Sesuatu yang subhat pun Ibu tidak ambil.
Joned : Alhamdulillah. Tapi, bagaimana selama Ibu menyusui Joned saat bayi, apakah Ibu ada makan minum dan lainnya berasal dari yang haram?
Ibu : InsyaAllah, hal itupun Ibu yakini semuanya halal. Ibu makan minum dan yang lainnya dalam status halal.
Joned : Alhamdulillahi rabbil a'lamin. Namun, darimana asal keresahan hatiku ini?.
Ibu : Sekarang kamu sudah dewasa. Sering bergaul dengan masyarakat. Coba kamu ingat - ingat, bisa jadi ada interaksi yang memicu keresahan hatimu itu.
Joned pun merenung, berfikir keras, mengingat - ingat. Akhirnya teringatlah suatu hari Joned pernah ke pasar kurma. Saat itu dia hendak membeli kurma. Kemudian dia mencicipi sebuah kurma "cicipan" (tester), yang memang disiapkan secara gratis oleh pedagang. Kemudian Joned tidak jadi membeli kurma pada pedagang itu.
Dengan segera, setelah mohon izin Ibunya, Joned pun pergi ke pasar kurma. Dia menemui pedagang tersebut.
Joned : Assalaamu alaikum, Pak, saya mau minta maaf dan ridlo-ikhlas Bapak, kira - kira sepekan yang lalu saya memakan sebuah kurma cicipan milik Bapak. Namun saat itu saya tidak jadi membeli kurma.
Pedagang : Oh, tidak masalah. Memang kurma cicipan itu gratis. Baik kamu kemudian belanja kurma ataupun tidak. Itu tidak masalah. Tidak perlu minta maaf.
Joned : Oooo gitu Pak?. Tapi, supaya saya merasa tenang hati, saya sungguh mohon Bapak memaafkan dan meridlo-ikhlaskan apa yang telah saya makan.
Pedagang : Baiklah jika begitu. Saya memaafkan dan mengikhlaskan sesuai yang kamu inginkan.
Kemudian Joned menyalami pedagang tersebut dan mengucapkan terima kasih.

HIKMAH (Pelajaran) 
  • Sebagai seorang hamba yang rindu akan ridlo Allah, yang juga berupaya menjadi SUFI, Joned selalu menjaga hatinya agar selalu tenang. Ketenangan inilah yang mendekatkan hatinya dengan Allah.
  • Dalam menjamin ketenangan hati itulah Joned selalu menjaga apa - apa yang dimakan, disandang, dan dinikmatinya diyakini berasal dari sesuatu yang halal dan baik. Dia berusaha keras menghindarkan dari sesuatu yang haram, bahkan yang subhat sekalipun.
  • Rizki yang halal membawa ketenangan hati. Ketenangan hati membawa kedekatan kepada Allah Dzat yang MahaTenang. 
BAGAIMANA DENGAN KITA? 
MARI KITA HIDUP SELALU MENGHINDAR DARI SESUATU YANG HARAM. 

Jumat, 12 Juni 2015

DASAR DASAR PNF DAN PENGEMBANGAN KURIKULUMNYA



DASAR-DASAR PENDIDIKAN NONFORMAL DAN PENGEMBANGAN KURIKULUMNYA
(Mosyaara)


A.     Apakah Pendidikan Non-Formal (PNF) ?

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pada Bab I Pasal 1 ayat (12), pendidikan nonformal didefinisikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Selanjutnya, dalam pasal 26 ayat (1) dan (2), menyatakan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Philips H. Coombs dalam Djudju Sudjana (2001;22) memiliki pandangan terdapat persamaan antara pendidikan  sekolah dengan pendidikan nonformal. Menurutnya, pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.

Selanjutnya Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat (2) menegaskan pendidikan nonformal bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Konsep pendidikan nonformal yang telah diuraikan di atas, mengisyaratkan bahwa pendidikan nonformal hendaknya difokuskan pada pemberian kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam waktu yang tidak lama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik. Implementasinya dapat dilihat dari jenis kegiatannya yang meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik.

Keberadaan pendidikan nonformal sebagai subsistem pendidikan nasional, bisa berfungsi menggantikan, melengkapi maupun menambah pendidikan formal. Sebagai pengganti (substitutif) dimaksudkan bahwa layanan pendidikan  yang diberikan kepada masyarakat berupa kegiatan-kegiatan yang sifatnya menggantikan program pendidikan formal, contohnya pendidikan kesetaraan meliputi program paket A setara SD/MI  atau sederajat, program paket B setara SLTP/MTs  atau sederajat, dan program paket C setara SMA/MA atau sederajat. Sebagai pelengkap (complement) artinya bahwa materi pendidikan yang diberikan kepada masyarakat bertujuan melengkapi apa yang telah diperoleh pada pendidikan formal, contoh kegiatannya antara lain kursus, kelompok belajar dan sebagainya. Sebagai penambah (suplement), artinya bahwa materi pendidikan nonformal yang disampaikan bertujuan memberikan tambahan terhadap materi yang dipelajari di pendidikan formal, contohnya bimbingan belajar, sanggar belajar, dan sebagainya.

Pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal berlandaskan pada asas kebutuhan, asas relevansi dengan pembangunan, dan asas wawasan ke masa depan. Asas kebutuhan mengandung makna bahwa penyusunan program pendidikan nonformal harus mempertimbangkan kebutuhan belajar masyarakat yang menjadi sasaran. Mengapa demikian?.  Operasionalisasi   pendidikan nonformal sangat memerlukan dukungan dari peserta didik, oleh karenanya program-program PNF disusun berdasarkan kebutuhan mereka dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Pemenuhan kebutuhan ini pun sekaligus dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Dengan kata lain, peserta didik akan tanggap dan berpartisipasi aktif dalam program pendidikan andaikata program itu berorientasi pada upaya untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Asas relevansi dengan pembangunan artinya bahwa kehadiran pendidikan nonformal harus didasarkan atas kebutuhan  pembangunan masyarakat atau daerah/wilayah. Program–program pendidikan nonformal berfungsi menggarap  pengembangan sumber daya manusia yang menjadi pelaku utama dalam pembangunan masyarakat dan sekaligus  menerima dampak dari pembangunan tersebut. Oleh karena itu, pendidikan nonformal dapat berperan dalam tiga hal, yaitu;
a.     Menumbuhkan kesadaran masyarakat  tentang  pentingnya  upaya mereka dalam membebaskan  diri dari kebodohan, dari imbalan atau upah yang rendah, dan adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dan perjuangan untuk memperoleh keadilan. Proses penyadaran ini bisa ditempuh melalui pendidikan keaksaraan, latihan ketrampilan fungsional untuk meningkatkan pendapatan, penyuluhan, atau bimbingan.
b.    Membantu masyarakat untuk terbiasa hidup  berorganisasi sehingga secara  bersama mereka dapat mempelajari kehidupannya serta menjajagi berbagai kesempatan  yang berkaitan dengan pekerjaan, lapangan usaha,  dan kemudahan yang dapat diperoleh  seperti  pemberian kredit modal, bahan baku dan alat yang dibutuhkan, serta pemasaran dan informasi yang diperlukan.
c.     Para pendidik dan tutor pendidikan luar sekolah  bekerjasama dengan masyarakat/organisasi masyarakat dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan, sumber dan kemungkinan hambatan  serta mendayagunakan prasarana sosial, politik dan lingkungan masyarakat untuk membantu  masyarakat agar mereka dapat memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi dalam upaya meningkatkan taraf hidup.

Asas wawasan ke masa depan mengandung makna bahwa pendidikan nonformal perlu mengembangkan tugas pokoknya  dalam membelajarkan peserta didik  agar memiliki dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai serta aspirasi guna mengantisipasi  kemungkinan perubahan di masa depan.  Selain hal tersebut, pendidikan nonformal juga harus mampu membelajarkan peserta didik agar mampu melestarikan dan  memanfaatkan  sumberdaya alam guna meningkatkan taraf hidupnya dengan  berorientasi pada kemajuan masa depan. Dengan kata lain, pendidikan nonformal harus dapat membantu peserta didik dalam menyiapkan diri  menghadapi masa depan yang lebih baik.

Hasil pembelajaran program pendidikan nonformal antara lain dapat dilihat dari unsur peserta didik yang ditunjukkan dengan dimilikinya kemampuan oleh peserta didik sebagai akibat dari proses belajar yang mereka ikuti. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak terlepas dari jenis dan tujuan program yang telah ditetapkan. Terkait dengan hasil belajar, Sudjana, D (2001:37), menyatakan bahwa hasil belajar mencakup perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), keterampilan (skills),dan aspirasi (aspiration). Luas dan banyaknya cakupan dan kemampuan yang diperoleh peserta didik bergantung pada ruang lingkup tujuan yang terdapat pada program pembelajaran.

Perubahan pengetahuan (knowledge) merupakan perubahan kemampuan peserta didik untuk dapat menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan intelektual dan taraf kecerdasan. Perubahan sikap (attitude) adalah dimilikinya kemampuan untuk merasakan dan menghayati apa-apa yang diajarkan, dan yang telah diperolehnya dari  ranah kognitif, sehingga timbul motivasi untuk mengamalkan atau melakukan sesuatu yang telah dimilikinya. Sedangkan perubahan keterampilan (psikomotor) mencakup kemampuan peserta didik untuk merubah sikap dan perilaku sesuai dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dan dihayatinya selama mengikuti pembelajaran.

Salah satu dampak yang seharusnya muncul sebagai akibat proses pembelajaran pendidikan nonformal khususnya bagi orang dewasa adalah menguatnya konsep diri atau kemampuan mengatur diri sendiri, dan salah satu komponen konsep diri yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri adalah perasaan berdaya diri. Rasa berdaya diri merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris self-efficacy. Self efficacy dimaknai sebagai persepsi seseorang tentang kemampuan-kemampuan fisik dan psikis (intelektual) yang dimiliki untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi sehubungan dengan perbaikan kualitas hidupnya.


B.  Pendekatan Andragogi Dalam Pembelajaran PNF

Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno "aner", dengan akar kata andr- yang berarti laki-laki dewasa atau orang dewasa, dan agogos yang berarti membimbing, membantu, melayani atau membina.  Andragogi secara singkat dimaknai suatu seni atau cara membantu, melayani, dan/atau membimbing orang dewasa dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.  

Malcolm Knowles berpandangan bahwa andragogi melayani para orang dewasa berlandaskan empat  asumsi dasar sebagai berikut:
a.    Konsep Diri. Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak dan remaja masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pembelajaran, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang berkontribusi kuat terhadap kemandiriannya, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara. Hal ini berimplikasi dalam pelaksanaan praktek pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pembelajaran.
b.    Pengalaman. Asumsinya bahwa sesuai dengan perjalanan waktu, seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang begitu kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pembelajaran konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Kondisi ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Implikasinya terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik pembelajaran adalah bahwa praktek pembelajaran lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, studi lapangan, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peran serta atau partisipasi peserta.
c.    Kesiapan Belajar . Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar orang dewasa bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya (seperti halnya pada warga belajar-warga belajar), tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Orang dewasa siap untuk mempelajari sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menjalani perannya baik sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
d.    Orientasi Belajar. Asumsinya bahwa pada warga belajar orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa.
Asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, hasil belajar mestinya dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera, sementara bagi anak – remaja  penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya, sehingga ada kecenderungan pada anak - remaja,  bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Implikasi asumsi ini terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi pembelajaran orang dewasa hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.

Dari penjelasan tersebut, kita dapat menemukan beberapa unsur yang bisa dijadikan patokan dalam memahami pendidikan orang dewasa. Unsur-unsur tersebut antara lain:
a.     Pembelajaran didominasi oleh aktivitas peserta
b.    Pendidik berperan sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta dalam melakukan kegiatan belajar
c.     Materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta terutama dalam mendukung kearah kemandirian.

Orang dewasa adalah orang yang dianggap telah dapat mengatur dirinya, oleh karena itu mereka memerlukan perlakuan yang sifatnya menghargai, khususnya dalam pengambilan keputusan. Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti warga belajar-warga belajar, sebaliknya apabila orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang memperlakukan mereka dengan penuh penghargaan, maka mereka akan melakukan proses belajar tersebut dengan penuh pelibatan dirinya secara mendalam. Implikasi asumsi ini dalam proses pembelajaran antara lain:
a. Iklim belajar perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa, (baik ruangan, maupun peralatan) sehingga memberikan kenyamanan belajar. Selain itu perlu diciptakan kerjasama dan saling menghargai diantara  peserta maupun antara peserta dengan fasilitator.
b. Peserta diikutkan dalam mendiagnosa kebutuhan belajarnya, mereka akan termotivasi untuk belajar apabila apa yang dipelajarinya sesuai dengan kebutuhan mereka.
c. Dalam proses pembelajaran, peran pendidik hendaknya lebih banyak sebagai manusia sumber dan pembimbing.
d. Evaluasi tidak dilakukan oleh pihak luar atau oleh fasilitator. Evaluasi dilakukan oleh dan terhadap peserta (Self Evaluation) untuk menilai kemajuan dalam proses belajarnya. Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti suatu proses pembelajaran tertentu, dan ruang lingkup materi evaluasi pembelajaran ditetapkan secara partisipatif antara peserta dengan pihak yang terkait lainnya berdasarkan kesepakatan.

Pelaksanaan pembelajaran bagi orang dewasa harus mempertimbangkan beberapa prinsip berikut ini.
a.     Belajar swa-arah. Orang dewasa memiliki konsep diri, sehingga dalam proses pembelajaran, mereka-lah yang memutuskan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan minatnya.
b.    Belajar mengetahui cara-cara belajar. Pembelajaran bagi orang dewasa akan bermakna apabila mampu menumbuhkan keinginan dan hasrat untuk belajar secara berkesinambungan. Oleh karena itu fasilitator harus lebih banyak memotivasi peserta untuk mempelajari tugas-tugas belajar yang telah dirancang bersama, dan membantu peserta dalam merancang pengalaman belajar.
c.     Belajar mengevaluasi diri. Evaluasi diri merupakan prasyarat bagi perkembangan otonomi peserta didik orang dewasa. Oleh karena itu penilaian kemajuan belajar lebih banyak dilakukan oleh peserta.
d.    Pentingnya perasaan. Karakter orang dewasa sebagai orang yang telah memiliki konsep diri dan pengalaman, hendaknya dijadikan pegangan oleh fasilitator dalam melakukan atau merancang interaksi pembelajaran. Interaksi yang terjadi harus mencerminkan persaudaraan, saling menghargai, menghormati dan mendukung mereka untuk aktif belajar.
e.    Bebas dari ancaman. Aktivitas belajar bagi orang dewasa akan lebih bermakna apabila terjadi dalam suasana yang menyenangkan dan bebas dari ancaman. Fasilitator perlu mengembangkan suasana belajar yang saling mendukung diantara peserta, bukan menyalahkan atau menekan.

Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut diterapkan dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, yang ditandai dengan munculnya kondisi-kondisi pembelajaran sebagai berikut antara lain:
1.       Kumpulan manusia aktif. Proses pembelajaran terjadi lebih cepat dan melekat pada ingatan peserta (terutama orang dewasa), apabila tutor tidak mendominasi interaksi, akan tetapi percaya bahwa mereka yang belajar mampu menemukan alternatif pemecahan masalah yang memuaskan. Fasilitator lebih banyak mendengarkan, dan bertindak sebagai sumber (recource). Orang dewasa pada dasarnya adalah makhluk yang aktif dan kreatif yang memerlukan kesempatan untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya. Orang dewasa belajar lebih banyak apabila mereka merasa ikut mengambil bagian secara aktif dalam menemukan jawaban dan pemecahan masalah.
2.       Suasana saling menghormati. Orang dewasa belajar lebih banyak apabila pendapat pribadinya dihormati. Ia lebih senang kalau ia boleh turut berpikir dan mengemukakan pikirannya, daripada fasilitator menjejalinya dengan teori dan gagasannya sendiri.
3.       Suasana saling menghargai. Belajar bagi orang dewasa bersifat subyektif dan unik, maka lepas dari benar atau salah, segala pendapat, perasaan, pikiran, dan gagasannya perlu dihargai. Meremehkan dan mengesampingkan harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar.
4.       Suasana percata. Orang dewasa yang belajar perlu percaya kepada fasilitator, namun demikian mereka juga perlu mendapat kepercayaan dari fasilitatornya. Tanpa kepercayaan, situasi belajar tidak akan membawa hasil yang diharapkan.
5.       Suasana penemuan diri. Orang dewasa akan belajar lebih banyak apabila kepadanya diberikan kesempatan menemukan sendiri kebutuhannya, pemecahan masalahnya, dan kesalahan-kesalahannya.
6.       Suasana tak mengancam. Manusia mempunyai sistem nilai yang berbeda, mereka mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Banyak yang akan dipelajari apabila masing-masing dapat mengemukakan isi hati dan pikirannya tanpa rasa takut, walaupun mengetahui ada perbedaan. Ia harus mempunyai keyakinan, bahwa dalam situasi belajar ia boleh berbeda dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam.
7.       Suasana keterbukaan. Seluruh anggota peserta didik maupun fasilitator perlu memiliki sikap terbuka dalam mengungkapkan diri, dan mendengarkan orang lain. Keterbukaan tidak boleh berakibat orang mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.
8.       Suasana mengakui kekhasan pribadi. Manusia belajar secara khas atau unik, masing-masing memiliki tingkat kecerdasan sendiri, kepercayaan sendiri, dan perasaan sendiri.
9.       Suasana membenarkan perbedaan. Hal yang paling membosankan adalah suasana yang seakan-akan hanya mengakui satu metode “yang benar” , satu sikap “yang patut”. Padahal manusia dengan latar belakang pendidikan, kebudayaan dan pengalaman masa lampau dapat memberi investasi berharga, justru karena perbedaannya. Proses belajar akan meningkat efektivitasnya apabila perbedaan dianggap wajar, bahkan dianggap bermanfaat, bukan merusak.
10.   Suasana mengakui hak untuk berbuat salah. Suasana belajar yang baik adalah bila orang-orang berani dan mau mencoba perilaku baru, sikap baru, dan pengetahuan baru, walaupun mengandung resiko terjadinya kesalahan.
11.   Suasana membolehkan keraguan. Orang dewasa yang berkumpul  untuk belajar bersama, sering kali menghasilkan beberapa alternatif atau teori. Pemaksaan untuk menerima salah satu sebagai yang paling tepat, paling benar, dapat menghambat proses belajar. Keraguan harus diperkenankan untuk waktu yang cukup, agar tercapai keputusan akhir yang memuaskan.
12.   Evaluasi bersama dan evaluasi diri. Pada akhirnya orang ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar. Orang ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Maka evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakan berharga untuk bahan renungan, sehingga pada akhirnya ia lebih mengenal dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja kurang tepat.



KURIKULUM PENDIDIKAN NON-FORMAL

A.     Apakah Yang Dimaksud Dengan Kurikulum

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

Konsep kurikulum berkembang sesuai perkembangan teori dan praktek pendidikan, juga bervariasi menurut aliran yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru dan dipelajari oleh siswa. Pada perkembangan selanjutnya, kurikulum tidak dimaknai sekedar sejumlah mata pelajaran yang harus dikuasai peserta didik, tetapi diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncwarga belajaran dan digunakan dalam pendidikan. (Hendiyat Sutopo dkk, 1986 : 15).

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kurikulum disusun dalam rangka membantu warga belajar didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosialemosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni. Sebagaimana dikatakan Mulyasa (2006 :  ) sebagai berikut:

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standard, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.

Dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, dijelaskan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Komponen-komponen kurikulum yang terdiri dari tujuan, isi dan struktur program, organisasi, dan proses belajar mengajar dan diakhiri dengan evaluasi dalam sebuah sistem harus bersifat harmonis, dan tidak saling bertentangan.

Dilihat dari posisinya dalam pendidikan, kurikulum dapat disimpulkan menempati tiga posisi, yaitu: (1) kurikulum adalah "construct", (2) kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan, (3) kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.

Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, kita mengenal beberapa istilah kurikulum sebagai berikut:
1.     Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum
2.     Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilakswarga belajaran dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncwarga belajaran yang akan dilakswarga belajaran dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar.   
3.     Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.

Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan:
1.     Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan seterusnya.
2.     Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.
3.     Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain.

Berdasarkan pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi:
1.     Kurikulum nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional.
2.     Kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.
3.     Kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum

Sebagai perangkat penting penyelenggaraan pendidikan,  kurikulum, memiliki fungsi sebagai berikut :
1.       Merupakan suatu alat atau jembatan untuk mencapai tujuan.
2.       Bagi peserta didik, kurikulum disiapkan agar mereka mendapat sejumlah pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan peserta didik guna melengkapi bekal hidupnya.
3.       Bagi pendidik
a.     Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar para peserta didik
b.    Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan warga belajar dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan
4.       Bagi pimpinan lembaga pendidikan
a.     Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi yaitu memperbaiki situasi belajar
b.    Sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut
c.     Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar
5.       Bagi orang tua peserta didik
a.     dapat mengetahui pengalaman belajar apa yang diperlukan putra/ putrinya.
b.    berpartisipasi untuk membantu membimbing putra/ putrinya dalam mencapai tujuan pendidikan (kurikulum)
6.       Bagi masyarakat dan pemakai lulusan
a.     Ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orang tua/ masyarakat
b.    Ikut memberikan kritik/ saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan pendidikan di lembaga pendidikan yang bersangkutan sehingga lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.

Selain fungsi –fungsi di atas  kurikulum memiliki fungsi lain, yaitu:
1.        penyesuaian (the adjustive of adaptive function) yaitu kemampuan individu menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara keseluruhan.   
2.        pengintegrasian (the integratif function) yaitu mendidik pribadi yang terintegrasi dengan masyarakat.
3.        deferensiasi (the defferensiating function) yaitu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat.
4.        persiapan (the prepaedeutic function) yaitu mempersiapkan peserta belajar utuk dapat melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
5.        pemilihan (the selective function) yaitu memberikan kesempatan pada seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan dimnatinya.
6.        diagnostic (the diagnostic function) yaitu, membantu peserta belajar memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya

B.     Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

 

KBK dapat dimaknai sebagai kurikulum yang dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinginkan. Dengan perkataan lain, kompetensi yang ingin dicapai dinyatakan secara eksplisit dan dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum. Dari pengertian ini tentu dapat dipahami bahwa kompetensi yang dinginkan seyogyanya ditetapkan terlebih dahulu, sebelum kurikulum dikembangkan. Atau penetapan kompetensi merupakan langkah pertama dalam pengembangan kurikulum.

 

Dalam usaha        pengembangan kurikulum, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan agar kurikulum yang kita hasilkan benar-benar sesuai dengan apa yang kita harapkan oleh semua pihak. Macam prinsip dalam pengembangan kurikulum, antara lain: Prinsip Berorientasi Tujuan, Prinsip Relevansi, Prinsip Efisiensi dan efektivitas, Prinsip Mutu, Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan, Prinsip Berkesinambungan (kontinuitas, Prinsip Keseimbangan dan Prinsip Keterpaduan

 

Pada pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), ada beberapa prinsip tambahan yang perlu dilakukan, antara lain :

a.     Kesamaan memperoleh kesempatan; seluruh warga belajar dari berbagai kelompok, seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus , berbakat dan unggul berhak menerima pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
b.    Berpusat pada warga belajar; artinya mengupayakan unruk memandirikan warga belajar untuk belajar, bekerjasama, menilai diri sendiri , mampu membangun kemampuan, pemahaman dan pengetahuannya. Pengembangan kurikulum KBK ini tidak mudah, karena harus pula meningkatkan potensi, kecerdasan, dan minat secara terus menerus pada warga belajar. Dengan demikian penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting. Penyajian kurikulum KBK ini perlu melihat perkembangan warga belajar secara psikologis, agar  terjadi proses pembejaran yang aktif, kreatif dan efektif serta menyenangkan.
c.     Pendekatan menyeluruh dan Kemitraan; semua pengalaman belajar dirancang secara berkesinambungan mulai jenjang yang paling dasar sampai pada jenjang atas. Begitu pula dengan keberhasilan pembelajaraan perlu dilakukan dengan menjalin kemitraan semua komponen yang terlibat pada pembelajaran tersebut, mulai dari warga belajar, tutor, orang tua, pengelola kelompok belajar, dunia usaha, industri dan masyarakat sekitarnya.
d.    Kesatuan dalam kebijakan dan keragaman dalam pelaksanaan;  Standar kompetensi isi perlu disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah atau kelompok belajar dan sekolah.Standar kompetensi ini dapat dijadikan acuan dalam penyususna  kurikulum  berdiversifikasi berdasarkan pada satuan pendidikan, potensi daerah dan warga belajar .

Pada pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, ada tiga landasan pokok, yaitu asas filosofis, asas psikologis dan asas sosiologis teknologis.
a.       Asas Filosofis, berkenaan dengan sistem nilai (value system) yang berlaku dimasyarakat, dan erat kaitannya dengan arah dan tujuan yang harus dicapai.
b.      Asas psikologis, berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perkembangan warga belajar. Hal ini perlu dilakukan pada sasaran pendidikan atau warga belajar, karena warga belajar secara psikologis memiliki perbedaan minat, bakat dan potensi yang berbeda. Selain itu warga belajar adalah organisme yang sedang berkembang. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang warga belajar, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan dalam praktek pembelajaran.
c.       Asas sosiologis dan teknologis didasarkan pada asumsi bahwa warga belajar perlu dipersiapkan di kelompok belajar atau sekolah, agar dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pembelajaran di kelompok belajar harus relevan dengan kebutuhan dan situasi di masyarakat.

Ketiga asas seperti yang diuraikan diatas, merupakan landasan pokok dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), artinya pengembangan KBK dalam perencanaan dan pedoman serta dalam implementasi pembelajarannya


C.     Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir mengenai ide kurikulum sampai bagaimana pelaksanaannya di sekolah. Hasan (1988) mengungkapkan bahwa, aspek-aspek dalam prosedur pengembangan kurikulum merupakan aspek-aspek kegiatan kurikulum yang terdiri atas empat dimensi yang saling berhubungan satu terhadap yang lain,   yaitu : (1) Kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) dan (4) Kurikulum sebagai suatu hasil belajar

Pengembangan kurikulum  dapat dilakukan untuk memperoleh mutu dan kualitas dari setiap satuan pendidikan sesuai dengan  tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian setiap satuan pendidikan dapat menjabarkan dan menambah bahan kajian dari pelajaran sesuai dengan kebuthan dan potensi lokal setempat.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, langkah pengembangan kurikulum menurut Tyler (1949) meliputi aspek : (1) Tujuan kelompok belajar (sekolah), (2) Pengalaman belajar sesuai dengan tujuan, (3) Pengelolaan pengalaman belajar dan penilaian tujuan belajar sebagai komponen yang dijadikan perhatian utama. Pada perkembangan selanjutnya Taba (1962) mengembangkan model pengembangan kurikulum  yang dapat dikatakan sebagai refleksi  dari tradisi pengembanan kurikulum modern. Lain lagi dengan apa yang dikembangkan oleh Haskins and Hammil (1995: 19) bahwa pengembangan kurikulum akan banyak bergantung pada peranan tutor(guru) sebagai pengembang kurikulum.

Lebih lanjut pengembangan kurikulum  dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.       Mengembangkan langkah diagnosa kebutuhan (diagnosis of needs)
Kebutuhan belajar suatu komunitas/masyarakat terdiri dari kebutuhan-kebutuhan individu yang sangat variatif. Pengembangan kurikulum harus melibatkan pendiagnosaan kebutuhan belajar tersebut, yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendiagnosaan melalui asumsi keilmuan, dan/atau pendiagnosaan langsung melalui wawancara/survey. Pendiagnosaan asumsi keilmuan berkenaan dengan kepentingan-kepentingan dan kebijakan-kebijakan nasional, kecenderungan perkembangan isu-isu internasional, kepentingan-kepentingan dan kebijakan pembangunan daerah, kecenderungan-kecenderungan perkembangan kejiwaan-sosial budaya-sosial politik. Sedangkan pendiagnosaan langsung berkenaan dengan aspirasi kebutuhan nyata calon peserta didik atau peserta didik.
Kepentingan dan kebijakan nasional dapat ditelaah dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Di dalam dokumen tersebut akan dapat dilihat minimal tentang kebijakan pengembangan sumber daya manusia, pengembangan ekonomi dan pengembangan/pembangunan kesehatan masyarakat. Kebijakan-kebijakan tersebut sangat berkontribusi terhadap indeks pembangunan manusia. Demikian juga pendiagnosaan terhadap kebijakan daerah, hal-hal yang diutamakan untuk ditelaah adalah bidang-bidang yang terkait langsung dengan indeks pembangunan manusia (IPM).
Telaahan akan menghasilkan jenis program apa yang secara effektif dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul, dan dari program tersebut dapat dirancang materi-materi belajar apa yang harus diproses-belajarkan sehingga kompetensi lulusan dapat tercapai.   
2.       Merumuskan tujuan (formulation of objectives).
Formulasi tujuan dirancang dalam format kompetensi lulusan program pendidikan nonformal, dan kompetensi lulusan mata pelajaran.
3.       Menyeleksi konten (Organisation of content).
Isi pembelajaran harus menjurus pada tujuan-tujuan yang dibuat dan dapat diformulasikan dalam format standar kompentensi, dan kompetensi dasar.
4.       Mengorganisasikan conten (organization of content)
Materi/isi pembelajaran disusun secara sistematis, sistemik dan komprehensif serta selalu berorientasi pada pendidikan kecakapan hidup, pengembangan potensi dan kebijakan local (local wisdom)
5.       Menyeleksi pengalaman belajar (Selection of larning experiences)
Pengalaman belajar adalah sesuatu rangkaian belajar yang harus dilakoni atau dialami oleh peserta didik dengan bantuan sekecil-kecilnya dari fasilitator atau pendidik. Dari sekumpulan pengalaman yang dapat diidentifikasi perancang kurikulum, kemudian pengallaman-pengalaman itu dipilih disesuaikan dengan tujuan-tujuan program dan tujuan pendidikan.
6. Mengorganisasikan pengalaman belajar (Organization of lerarning experiences).
Pengalaman belajar didesain dengan mengedepankan pengalaman hidup peserta didik sebagai titik masuk pembelajaran. Pengalaman belajar dapat dimulai dari hal yang sangat sederhana menuju hal yang kompleks, dari hal yang mudah menuju hal yang sulit, dari hal yang sempit menuju hal yang luas.

  1. Mengevaluasi dan makna evaluasi (evaluation and means of evaluation).

Pendekatan yang digunakan pada pengembangan kurikulum  dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan teknik scientific dan non teknik/ non scientific.

Pada pendekatan scientific pengembangan kurikulum mencakup langkah dalam penyusunan peencanaan, menyususn struktur lingkungan belajar, mengkoordinasikan sumberdaya manusia, bahan dan peralatan sehingga memiliki objekifitas, universalitas dan logika yang tinggi , dapat menjelaskan kenyataan secara simbolis, percaya pada efisiensi dan efektivitas sistem. Pada pendekatan non teknis/non scientific, pengembangan kurikulum diorientasikan pada hal yang subjektif, pribadi, penalaran, keindahan, dan diorientasikan pada peserta belajar secara aktif.

Pada dasarnya pengembangan kurikulum yang berorientasi pada kemampuan dasar, hakekatnya  adalah  upaya memberdayakan peserta belajar pada kedudukannya sebagai subjek belajar agar siap menghadapi tantangan kehidupan saat ini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu hasil belajar yang diharapkan pada proses pembelajaran harus termuat dalam pengembangan kurikulum.  Begitu pula dengan arah pada pengembangan kurikulum dimasa yang akan datang, harus memudahkan dan memberikan keleluasaan pada tenaga pendidik  dan peserta belajar dalam menyesuaikan dengan kondisi  lingkungan belajarnya. Oleh karena itu kepentingan dan kebutuhan  peserta belajar untuk memperoleh mutu layanan belajar menjadi dasar pertimbangan utama dalam pengembangan kurikulum.


D.     Implikasi Pengembangan Kurikulum terhadap Pembelajaran

Implikasi pengembangan kurikulum terhadap pembelajaran dapat berimplikasi pada Pengembangan rancangan pembelajaran, pengembangan proses pembelajaran,dan pengembangan evaluasi. Secara jelasnya seperti dibawah ini :
1.     Pengembangan Rancangan  Pembelajaran.
            Dengan adanya aturan otonomi daerah ini maka setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengembangkan kurikulum dalam bentuk rancangan pembelajaran, seperti silabus sesuai dengan tujuan dan kondisi daerah. Implikasi Pengembangan kurikulum diarahkan untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap warga belajar, sehingga harus berorientasi pada warga belajar. Dengan kata lain tutor perlu menempatkan warga belajar sebagai subjek belajar, sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a.     Rancangan kegiatan pembelajaran memberikan peluang bagi warga belajar untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan. Kegiatan warga belajar dirancang untuk dapat mengembangkan keterampilan dasar mata pelajaran dengan cara mengobservasi lingkungan, mengeksperimen, pemecahan masalah, simulasi,wawancara, pengembangan teknologi, penggunaan foto dan peta.
b.    Rancangan belajar perlu disesuaikan dengan jenis sumber belajar dan sarana belajar yang dimiliki kelompok belajar tersebut.
c.     Pembelajaran dapat dirancang dan dilakukan dengan mengkombinasikan  berbagai macam pendekatan belajar.
d.    Pembelajaran dirancang untuk dapat memberikan pelayanan terhadap perbedaan yang ada pada warga belajar.

Silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian hasil belajar. Ada tiga hal  yang perlu tercakup dalam silabus, antara lain: (1) Kompetensi yang perlu dimiliki oleh warga belajar, (2) Strategi pencapaiannya dan (3) Cara untuk mengetahui ketercapaian kompetensi yang telah ditentukan. Silabus merupakan sebuah sistem yang saling berkaitan, terdiri dari beberapa komponen. Adapun komponen-komponen yang perlu ada dalam silabus adalah:
1)      Kompetensi dasar ; target pembelajaran yang harus dicapai.
2)      Hasil belajar ; gambaran kemampuan warga be;ajar dalam memenuhi tahapan pencapaian pembelajaran  pada satu kompetensi dasar.
3)      Indikator ; kriteria dari kompetensi dasar warga belajar yang dapat terukur pencapaiannya.
4)      Langkah pembelajaran ; rangkaian kegiatan yang harus  dilakukan tutor secara berurutan dan sistematis untuk mencapai target kompetensi warga belajar.
5)      Alokasi waktu ; penetuan waktu yang diperlukan untuk setiap pokok bahasan dengan melihat pada keluasan materi  serta tingkat kepentingan dan kebutuhan setempat.
6)      Sarana dan Sumber belajar ; Penetuan sarana/media belajar dan sumber belajar yang diperlukan dan dianggap relevan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
7)      Penilaian ; serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Bentuk Format silabus  sampai saat ini tidak ada aturan yang baku, namun demikian ada kriteria-kriteria tertentu dalam membuat format untuk silabus, antara lain :
1)        keterkaitan antar komponen,artinya kmponen yang satu berkaitan dengan komponen lainnya, misal komponen langkah belajar  berkaitan dengan kompetensi yang harus dicapai, demikian pula komnen media dan sumber belajar terkait dengan langkah pembelajaran.
2)        Keterbacaan, artinya sebagai sebuah program pembelajaran, silabus harus mudah dicerna dan dipahami. Oleh karena itu silabus harus dibuat dengan ringkas sederhana dan tidak menimbulkan persepsi baru, tanpa mengurangi bobot dan nilainya.
3)        Kepraktisan, artinya silabus harus dapat dipergunakan oleh semua pihak


2.     Pengembangan Proses pembelajaran
    
Implikasi dari perbahan pembelajaran yang dicapai warga belajar sangat penting artinya, karena akan berpengaruh pada berbagai tindakan tutor dalam pengelolaan belajar, pengembangan strategi belajar termasuk dalam penggunaan metode pembelajaran dan penggunaan berbagai sumber belajar. Sesuai dengan prinsip-prinsip belajar, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran agar berlangsung secara efektif,antara lain:
a.      Proses pembelajaran harus memberikan peluang pada warga belajar agar dapat berpartisipasi dalam proses pebelajaran. Dengan demikian tutor bertindak sebagai pengelola proses pembelajaran, bukan bertindak sebagai sumber belajar.
b.     Tutor perlu memberikan kesempatan pada warga belajar untuk merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Dengan demikian warga belajar tidak hanya melakukan tindakan saja tetapi ikut menghayati apa yang telah dilakukannya, sehingga sangat baik pada pembentukan sikap maupun melihat kekurangan dan kelebihan dalam dirinya.
c.      Proses pembelajaran perlu mempertimbangkan perbedaan individual diantara warga belajar.
d.     Proses pembelajaran perlu memupuk kemandirian warga belajar dan kerjasama diantara mereka. Sehingga tutor perlu memberikan pengalaman belajar agar warga belajar mandiri dan bekerjasama.
e.     Proses pembelajaran harus terjadi pada iklim yang kondusif baik iklim sosial maupun iklim sosiologisnya.
f.       Proses pembelajaran yang dikondisikan tutor harus dapat mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu melalui prose observasi dan proses mencari.

3.     Pengembangan Evaluasi
     
Perubahan kurikulum harus mengacu peningkatan kualitas dan kuantitas dari hasil belajar warga belajar. Dengan demikian perubahan pada proses pembelajaran akan diikuti oleh perubahan pola evaluasinya. Evaluasi merupakan proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan (evaluand). Sesuatu yang dipertimbangkan dapat berupa uang, orang, benda , kegiatan atau keadaan dan satu kesatuan tertentu. Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi. Pertama evaluasi sebagai suatu proses dan tindakan. Kedua, Proses tersebut dilakukan untuk memberi makna atau nilai.
Sebagai suatu proses evaluasi terdiri dari dua langkah pokok :
a.        Pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar warga belajar.
b.        Pembuatan keputusan tentang hasil belajar warga belajar berdasarkan informasi yang diperoleh.

Teknik apapun dalam evaluasi dapat dilakukan, yang penting proses evaluasi tersebut dapat mengumpilkan data tentang keberhasilan warga belajar mencapai kompetensi tertentu. Pada saat pengumpulan data telah dilakukan selanjutnya dibuat keputusan tentang keberhasilan warga belajar :
a.       Apakah warga belajar telah mencapai tujuan pembelajaran, berupa penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan.
b.      Apakah warga belajar telah memenuhi syarat untuk mengikuti pada jenjang lebih lanjut.
c.       Apakah ada bagian-bagian pokok bahasa yang perlu pengulangan dalam rangka pencapaian kompetensi.
d.      Apakah warga belajar memerlukan pengayaan.

Aspek-aspek yang perlu dievaluasi meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek Psikomotor.
     Aspek Pengetahuan (Kognitif)  berkaitan dengan kemampuan      intelektual warga belajar, yang meliputi :
a.        Tingkatan menghafal secara verbal seperti fakta, konsep dan prinsip serta prosedur.
b.      Tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan , kemampuan menunjukan persamaan dan perbedaan, mengidentifikasi karakteristik, menggeeralisasikan dan menyimpulkan.
c.         Tingkatan aplikasi, kemampuan menerapkan rumus, prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi dilapangan.
d.        Tingkatan analisis, meliputi kemampuan mengklasifikasikan, menggolongkan, memerinci, mengurai suatu objek.
e.        Tingkatan sintesi, meliputi kemampuan memadukan berbagai unsur atau komponen, menyususn, membentuk bangunan , mengarang dan melukis.
f.        Tingkatan evaluasi/penilaian, meliputi kemampuan menilai terhadap objek studi dengan menggunakan kriteria-tertentu

Aspek Sikap (Afekif).berhubungan dengan penilaian terhadap sikap, minat warga belajar terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran. Evaluasi pada aspek ini meliputi :
a.        Memberikan reaksi dan respon terhadap nilai-nilai yang dihadapkan  pada warga belajar.
b.  Menikmati dan menerima nilai-nilai, norma, serta objek yang memiliki nilai etika dan estetika.
c.  Menilaiditinjau dari segi baik, buruk , adl – tidak adil, indah – tidak indah.
d.  Mempraktekan nilai, norma, etika dan estetika  dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek Keterampilan (Psikomotor).berhubungan dengan  kompetensi atau kecakapan  yang perlu dicapai, yaitu :
a.        Tingkatan warga belajar dalampenguasaan gerakan awal.
b.  Tingkatan gerakan rutin meliputi kemampuan  mengikuti/meniru  gerakan yang melibatkan semua anggota badan.
c.  Tingkatan gerakan rutin berupa kemampuan melakukan gerakan secara menyeluruh dengan sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis.

Evaluasi harus dilakukan seimbang dan mengacu pada dua Fungsi evaluasi , yakni fungsi formatif dan fungsi sumatif . Evaluasi sebagai fungsi formatif digunakan untuk memperbaiki kinerja tutor, artinya hasil evaluasi ini digunakan sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan tutor. Evaluasi fungsi sumatif digunakan untuk mengukur keberhasilan warga belajar setelah melakukan pembelajaran . dengan demikian evaluasi dilakukan untuk mengukur keberhasilan proses dan hasil belajar. Kedua  fungsi evaluasi ini sangat penting artinya sebagai implikasi dari pengembangan kurikulum yang diterapkan.

E.     Prinsip Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncwarga belajaran, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip - prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.

Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
  1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
  2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
  3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
  5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
 
DAFTAR PUSTAKA

Dalik.(2004).”Perencanaan dan Pengembangan kurikulum.Yogyakarta:Rineka Cipta
Hamalik Oemar (t,tahun).” Manajemen Pengembangan Kurikulum “. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Nasution, S. (2003). Azas-azas Kurikulum. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Bumi aksara.
Nata Abudin, (2001). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Grasindo. Jakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tahun 2006.
Syaodih Sukmadinata Nana.(1997),”Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
.............................................(2001).Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
............................................ (2004). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
............................................ (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.
Sudjana Djudju, (2000), Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, Falah Production, Bandung
...................................., Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Falah Production, Bandung
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika