Senin, 01 Oktober 2018

BaCeM


Sebagaimana dilansir World Economic Forum (WEF) pada akhir September 2018 (26/09), sebanyak 137 negara masuk dalam daftar GCI (Global Competitiveness Index, index daya saing global) tahun ini dan Indonesia bertengger di peringkat 36. Peringkat ini merupakan peningkatan dari peringkat tahun sebelumnya yang menempatkan Indonesia di posisi 41. Apa ini maknanya?.
Sebelum memaknai lansiran itu, saya perlu menginformasikan apa yang dimaksud GCI?.

Global Competitiveness Index (GCI) merupakan laporan tahunan yang telah disusun oleh Executive Chairman WEF, Professor Klaus Schwab sejak tahun 1979. Metode tersebut kemudian dikembangkan di tahun 2005 oleh Xavier Salai Martin dan sejak saat itu metode dan berbagai hasil laporan GCI ditemukan dan diumumkan. 
Untuk laporan tahun 2017-2018 ini, WEF mengungkapkan bahwa pihaknya menggunakan 12 pilar untuk mengukur daya saing yang menjadi penentu dari pertumbuhan jangka panjang dan faktor esensial dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. 12 pilar tersebut adalah Insitusi (Insitutions), Infrastruktur (Infrastructure), Lingkungan Makroekonomi (Macroeconomic Environment), Kesehatan dan Pendidikan Primer (Health and Primary Education), Pendidikan Tinggi dan Pelatihan Peterampilan (Higher Education and training), Efisiensi pasar barang (Goods Market Efficiency), Efisiensi pasar tenaga kerja (Labour Market Effiency), Pengembangan pasar Finansial (Financial market development), Kesiapan Teknologi (Techological readiness), Besaran pasar (Market Size), Kepuasan berbisnis (Business Sophistication) dan Inovasi (Innovations).
Indonesia meningkat tingkat/index daya saingnya, dari 41 di tahun 2016-2017 menjadi 36 pada 2017-2018 berkat kerja keras semua pihak yang dikomandoi oleh pemerintah. 
Dalam suatu wawancara, Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa daya saing itu sebenarnya mudah meningkatkannya, yaitu kita harus menjamin kepastian bahwa produk atau jasa Indonesia adalah lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. Secara mutu harus lebih baik dari produk/jasa lainnya. Secara pelayanan harus lebih cepat, dan secara harga harus lebih murah.
Ketiga indikator persaingan (daya saing) tersebut, kemudian saya singkat dengan kata BaCeM (bacem adalah jenis pengolahan kuliner tertentu di Jawa Barat, seperti Tempe bacem, tahu bacem).
Jadi saat kita berfikir dan bekerja berdaya saing tinggi harus menghasilkan produk/jasa yang mutunya lebih baik, pelayanannya lebih cepat, dan harganya lebih murah daripada produk/jasa pihak lain.
 

Tidak ada komentar: