Kamis, 02 Juli 2015

MEMBERIKAN PELAYANAN TERBAIK ?

PELAYANAN TERBAIK UNTUK SIAPA?

Judul di atas bukanlah kata-kata aneh bagi kita. Telah familiar kalimat tersebut di benak kita. Memberikan pelayanan terbaik, tentu kepada klien kita. Tetapi kelirunya saya sering mengamati, bahkan menjadi obyek "pelayanan terbaik" itu, bahwa para pelayan kebanyakan cenderung melayani dengan pilih-pilih klien. Ketika kliennya berjabatan sebagai bosnya, maka pelayanan terbaik menjadi keharusan yang ditampilkan pelayan, sedangkan ketika kliennya memiliki posisi sosial setara atau dibawah posisi sosial pelayan, maka pelayanan pun apa adanya saja, jauh dari kwalitas pelayanan terbaik.
Beberapa cerita/pengalaman berikut dapat menjelaskan kondisi pelayanan pilih - pilih klien.
  1. Seorang kepala lembaga penelitian bertugas melayani siapapun yang berhubungan dengan tugas lembaga tersebut, seperti mereka yang membutuhkan karya penelitian, mereka yang bekerjasama melakukan penelitian, para kepala bagian dan staf di lingkungan lembaga tersebut. Disamping itu, kepala lembaga pun perlu bahkan wajib (loyal) melayani para atasannya. Pernahkah Anda memperhatikan pelayanan yang dilakukan oleh seorang kepala lembaga terhadap kliennya?. Tentu akan terjadi pelayanan yang berbeda-beda kwalitasnya. Pelayanan terhadap atasan akan super terbaik, karena takut mengecewakan klien seperti ini. Kekecewaan atasan akan berpengaruh terhadap karir, jabatan, dan jobnya. Walaupun harus menyiasati peraturan, seorang kepala lembaga berusaha keras melayani atasannya dengan kualitas terbaik. Istilah bekennya, biar tekor asal kesohor.  Tekor artinya rugi, bisa dari sisi keuangan, waktu, maupun lainnya. Kesohor artinya dikenal/terkenal atau diberi cap jempol (dipuji) oleh atasannya. Coba bandingkan dengan ketika stafnya meminta agar diberikan peralatan kerja yang cukup yang berdampak pada meningkatnya kinerja staf. Apa yang terjadi?. Pasti akan berbeda pelayanannya. Kepala lembaga akan menjelaskan peraturan anggaran, peraturan lembaga, dan lainnya, yang pada intinya tidak sebaik pelayanannya terhadap atasan.
  2. Pelayanan seorang staf kepada staf lainnya. Hal inipun sangat jarang menerapkan prinsip pelayanan terbaik. Karena staf yang dilayani tidak serta merta menguntungkan karir, jabatan, dan pekerjaannya. Bahkan bisa jadi muncul pernyataan: "ya, ambil saja sendiri, tuh di sana" saat staf lain meminta sesuatu.
  3. Seorang staf atau siapapun sering memandang siapa yang dilayaninya, terutama memandang posisi sosialnya. Jika posisi sosial klien relatif lebih rendah dari pelayan, maka pelayan cenderung melayani dengan apa adanya atau justru tidak memberi pelayanan.  
Mengapa hal itu terjadi?. Penyebab utamanya hanya satu, yaitu kalimat memberikan pelayanan terbaik tidak dijadikan jiwa dalam pekerjaannya, apalagi dijadikan budaya kerjanya. Penyebab yang lain, adanya penafsiran yang bermacam - macam tentang klien.
Inti budaya kerja adalah pemahaman mendalam tentang pekerjaan, keikhlasan melakukan pekerjaan, dan melayani adalah ibadah serta berbuat kebaikan pada seluruh alam, dan tentu kepada Allah yang telah menciptakan seluruh alam. Apakah kita memilikinya?. Kita harus memilikinya, agar pelayanan terbaik kepada semua klien dapat kita wujud-lakukan dengan benar.
  

Tidak ada komentar: