Selasa, 04 Mei 2010

MEMELIHARA ILMU MENUAI MANFAAT

PELIHARALAH ILMU

Saat kutulis tulisan ini suasana ujian nasional tengah dilaksanakan. Ujian nasional tingkat SMA dan SMP telah usai - tersisa ujian nasional tingkat SD yang baru menginjak haari ke-2.

Dulu saat aku masih usia SD, orangtuaku sering mengingatkan tentang menghafal pelajaran sekolah, karena dalam persepsinya sekolah adalah wadah para pelajar menghafal pelajaran. Hal itu tak salah. Karena hampir sebagian besar orang saat itu, termasuk para guru selalu mengingatkan muridnya untuk menghafal pelajaran.

Saat inipun suasana menghafal masih kental dilakukan oleh para pelajar, bisa jadi termasuk mahasiswa. Hal tersebut sebenarnya sangat merugikan dunia keilmuan - dunia pengembangan ilmu. Sebab ilmu hanya dihafalkan, ketika bertemu dengan permasalahan hidup-maka ilmu itu tidak bisa memecahkannya. Permasalahan tidak bisa hanya dipecahkan oleh hafalan.

Supaya kita mampu memecahkan masalah dalam kehidupan, maka ilmu yang kita hafal perlu dipelihara. Bagaimana memelihara ilmu? Minimal ada 4 (empat) tahap, yaitu : tahap pertama, menghafal ilmu, tahap kedua memikirkan, merasionalkan, melogikakan ilmu; tahap ketiga, meyakini ilmu (ikhlash menerima kebenarannya); dan tahap keempat, mengimplementasikan ilmu.

2 komentar:

RAHMAWINASA mengatakan...

Rutinitas menghapal merupakan cermin dari "pendidikan". Menghapal sederhananya dapat diartikan sebagai ingatan. Bagaimanapun, dari kerja itulah, sebuah pengetahuan dimulai. Sayangnya, kebanyakan orang (mungkin diriku) hanya terpuaskan sampai di situ. Bahkan, bagi beberapa kalangan, untuk mencapai "ingat" pun, sukar. Aku teringat dengan cerita, yang mereka-adegankan pekerjaan malaikat:
Konon, malaikat bekerja sangat spesifik (tidak seperti manusia, segalanya serabutan). Ia tak mau tahu pekerjaan temannya. Bukan a-sosial, melainkan menjalankan perintah Allah. Singkat cerita, di tengah malaikat lain sedang sibuk-sibuknya bekerja, ada satu malaikat (dalam bidang itu, hanya duduk dan termenung gunung. Apa sebab? ketika ditanya: "Wahai Malaikat, apa kamu tidak ada pekerjaan, sementara teman lainmu begitu sibuk?" Jawab malaikat "Pekerjaan saya memang begini. Pekerjaan yang teramat santai. Kerjaan saya, menghimpun "terima kasih" dari manusia yang telah diberi nikmat oleh Allah".

Astagfirulloh, betapa ingatan itu, teramat penting rasanya. Manusia yang telah diberi nikmat, terkadang dan bahkan lupa untuk bersyukur.

Subhanalloh, betapa bahagianya bagi orang-orang yang diberkahi ingatan yang dahsyat oleh Allah.

bamosya.com mengatakan...

Ingatan memang perlu, dan itu kenikmatan dari Allah. Tapi ingatan - atau hafalan perlu dilanjuti dengan 3 hal yang dijelaskan terdahulu. Kita masih ingat pepatah Tionghoa - tepatnya Kong Hu Tju, yang mengatakan :"saya lihat saya ingat, saya baca saya paham, saya kerjakan saya bisa. Inti cerita, sebagai khalifah fil ardli, memelihara apapun di muka bumi ini adalah kewajiban penghambaan, termasuk memlihara apa yg telah kita hafal.Sebagian ulama menghukumi berdosa orang yang sempat hafal sesuatu (terutama bacaan alqur'an dan al hadits)kemudian dia tidak ingat akan hafalannya itu. Jadi..... selamat memelihara hafalan dengan perbuatan nyata.