Kamis, 12 Februari 2015

MENCARI KEBAHAGIAAN

MENCARI KEBAHAGIAAN HIDUP

Dalam berbagai kesempatan, setiap orang yang saya tanyai tentang apa yang dicarinya selama dan dalam kehidupan, maka mereka selalu menjawab yang pada akhirnya menyimpulkan kebahagiaan. Pendek kata setiap orang ingin bahagian dalam hidupnya. Anda pun setuju toh?.
Kebahagiaan banyak ragamnya. Ada yang dipandang bahagia saat seseorang memiliki uang dan kekayaan yang berlimpah. Ada yang dipandang bahagia saat orang memiliki banyak pekerjaan yang banyak menghasilkan uang.Dan masih banyak lagi. Pertanyaannya, apakah orang yang dipandang bahagia tadi merasa dan memperoleh kebahagiaan dengan apa yang disandangnya?. Jawabannya belum tentu, bahkan cenderung tidak. Mengapa demikian?. Karena, pada hakekatnya bahagia atau kebahagiaan adanya dalam diri sendiri, yaitu ada dalam sanubari atau hati atau qalbu. Ketika sanubari seseorang menyandang atau merasa bahagia, maka bahagialah orang tersebut, apapun kondisi dan situasi yang melingkunginya.
Pertanyaan berikutnya, sikap apakah yang menggenggam atau mengandung bahagia itu?. Anda coba cari jawabannya!. Ya, benar. Jawabannya adalah sikap dan prilaku SYUKUR.
Syukur merupakan istilah dalam Bahasa Arab, yang padanan kata Indonesianya adalah Terima Kasih.
Syukur, tentu tidak sebatas mengucapkan Alhamdulillah (ucapan keseharian ummat Islam saat berterima kasih). Yang paling mendasar dari sikap dan prilaku syukur adalah sebagai berikut:

  • Sikap dan prilaku "MENGAKUI" adanya pemberian, yaitu selaku orang yang bersyukur kita mengakui bahwa segala apa yang kita sandang dalam hidup ini adalah wujud pemberian dari pemberi. Siapakah yang memberi?. Tentu Tuhan, Allah Dzat yang Maha Pemberi (Pengasih). Dengan demikian "MENGAKUI", berarti kita mengakui (secara yaqin dan sungguh-sungguh) bahwa apa yang kita sandang dalam hidup ini adalah berasal dan merupakan pemberian dari Allah Dzat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Baik yang kita sandang itu bersifat positif atau kebaikan, maupun bersifat negatif atau keburukan. 
  • "MENAMPAKKAN" apa - apa yang diberikan oleh Allah Jalla Jalaaluh kepada kita. Sebagai illustrasi, ketika kita dikasih satu unit motorcycel (sepeda motor) oleh seseorang, kemudian motor itu tidak pernah kita pakai. Apa yang terjadi?. Bisa jadi si pemberi akan bersangka bahwa kita tidak berkenan dengan pemberiannya itu. Keadaan seperti ini adalah bukan ciri prilaku syukur. Sebaliknya, ketika kita menggunakan sepeda motor tersebut, maka inilah yang dimaksud "MENAMPAKKAN". Apalagi saat kita menggunakan motor tersebut dilihat oleh si pemberi.  Dalam konteks ini, segala apa yang telah Allah berikan kepada kita, maka wajib bagi kita untuk menggunakannya secara adil dan proporsional, tanpa dibarengi rasa ingin dipuji oleh selain Allah.
  • "MENDEKATKAN". Apa yang dimaksud mendekatkan dalam konteks syukur?. Prinsip dasarnya bahwa semua peribadatan dalam Islam adalah wahana atau instrumen yang berguna untuk setiap pelakunya selalu mengingat (dzikir) dan mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian, "MENDEKATKAN" berarti segala pemberian yang kita akui dan tampakkan wajib kita manfaatkan atau gunakan untuk sebesar - besarnya mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Penjelasannya, saat kita diberikan nikmat melihat (mata) secara normal, maka kita wajib mengakui dan meyakini bahwa melihat (mata) tersebut merupakan pemberian dari Allah SWT saja. Kemudian kita nampakkan mata kita ini dan merawatnya dengan sebaik-baiknya, dan kita gunakan untuk kegiatan yang mendekatkan diri kita kepada Allah. Misalnya, penglihatan kita gunakan untuk membaca Alquran dan tanda - tanda kebesaran Allah yang berupa alam semesta. Dan saat kita memandang keindahan alam tersebut, maka kemudian kita mengingat dan mengagungkan Allah Dzat yang membuat alam tersebut. Subhanallah al adzim wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar.
Kemudian, untuk menguatkan syukur kita tersebut, kita bisa melakukan pembandingan dengan apa-apa yang Allah berikan kepada makhluq lain. Tentu saja, saat membandingkan kita harus berpedoman kepada apa yang Muhammad Rasulullah ajarkan: " Lihatlah ke bawah untuk hal duniawi, dan lihatlah ke atas untuk hal ukhrowi". Kita akan lebih bersyukur saat menerima honor seribu rupiah/semenit ketika kita bandingkan dengan orang lain yang menerima seribu rupiah/lima belas menit.

Demikian, wallahu a'lam bi murodihi.    

Rabu, 11 Februari 2015

UJI KOMPETENSI PENGELOLA LKP

UJI KOMPETENSI PENGELOLA LKP

Berdasarkan Keputusan Lembaga Sertifikasi Kompetensi Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (LSK-PLKP) Nomor 06/LSK-PLKP/V/2014 tentang Penetapan Pengurus Tempat Uji Kompetensi Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (TUK-PLKP) Propinsi Jawa Barat, saya diberikan kepercayaan untuk mengurusi Bidang Penjaminan Mutu pada TUK-PLKP tersebut.
LSK-PLKP yang berskala nasional dibentuk dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengelola Kursus Indonesia (HIPKI) Nomor 09/DPP HIPKI/VI/2013 tanggal 3 Juni 2013.
Sejak lahirnya TUK- PLKP Jawa Barat sampai tulisan ini tersaji telah menyelenggarakan uji kompetensi sebanyak 3 gelombang. Gelombang pertama diselenggarakan di Hotel Posters Kota Bandung pada Nopember 2014 dengan peserta sekira 60 orang. Gelombang kedua diselenggarakan di aula Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat pada Desember 2014 dengan peserta sekira 170 orang; dan gelombang ketiga dilaksanakan di aula Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat pada Januari 2015 dengan jumlah peserta 87 orang.
Penyelenggaraan uji kompetensi PLKP gelombang pertama dibiayai oleh program Bansos Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidkan PAUDNI dengan diawali kegiatan pembekalan selama 40 jam (sekira 4 hari). Sedangkan gelombang kedua dan ketiga diselenggarakan dengan pembiayaan dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan kontribusi para pengelola LKP peserta uji kompetensi.
Pengalaman menyelenggarakan uji kompetensi tersebut memunculkan beberapa pemikiran sebagai berikut:

  • Uji kompetensi merupakan kegiatan yang seyogyanya didesain secara profesional dan komprehensif. Profesional dimaksudkan keseluruhan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan maupun empirik. Komprehensif artinya apa yang diujikan mencakup keseluruhan kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan secara alamiah oleh para pengelola.
  • Uji kompetensi mengandalkan tes tertulis saja. Portofolio belum dinilai secara sungguh-sungguh dan profesional.
  • Uji kompetensi seyogyanya menggunakan cara - cara uji yang mampu menjamin para peserta ujian menampilkan kompetensinya secara menyeluruh. Tentu dengan pemilihan materi uji yang prinsip dan aplikatif. Dengan demikian uji kompetensi dirancang dengan mengikuti kaidah pengujian yang lazim digunakan.
  • Uji kompetensi seyogyanya diawali dengan pengujian (verifikasi) portofolio, kemudian dilengkapi dengan wawancara sebagai wahana konfirmasi atau klarifikasi atas tampilan portofolio yang disajikan oleh peserta. Selanjutnya, diakhiri dengan test tertulis. Dalam konteks ini, tentu perlu diperhitungkan proporsi atau persentase atau bobot masing - masing soal dan masing - masing teknik/cara uji tersebut.
  • Penyajian soal uji kompetensi bersumber dari bank soal yang telah diproses (dikembangkan) sebelumnya melalui tahapan - tahapan yang sesuai dengan kaidah penyusunan soal uji. Sedangkan konstruksi soal perlu disusun dengan mengkombinasikan teori murni/teori terapan dengan kegiatan penerapannya (aplikatif).
  • Uji kompetensi perlu melibatkan Standar Operasional Prosedure (SOP) penyelenggaraannya, yang mengakomodasi pengaturan soal, cara, tempat, suasana, waktu, petugas, sertifikat, peralatan, biaya, jadwal, tata tertib, syarat peserta, dan remedial (jika perlu).
 Hal - hal tersebut perlu dibangun secara sistematik dan sungguh - sungguh, sehingga kwalitas ujian yang maksimal dapat terjamin.